Ada cerpen nihh.. Bukan karya admin sii..Tp udah mnta ijin kok ama yg buat..hehe..°-°
"Andai Mereka Seperti Mata Kakak"

Source : http://songhyekyo.instagramupdate.
Sore itu, pukul 18.15 matahari dilangit jimbaran akan tenggelam. Fenomena yang menakjubkan ini membuat pantai jimbaran menjadi ramai dikunjungi oleh turis yang ingin menyimak sunset. Mereka menyimak sunset sembari menunggu makan malam dan duduk ditempat dipinggir pantai yang telah disediakan oleh pemilik restoran.
Seorang gadis berjilbab putih bermata bening duduk disebuah tempat terpisah dari keramain para turis. Hingar bingar suara pengunjung dan live musik yang terdengar keras tak mengurangi keanggunannya. Tangannya memegang kamera memotret keindahan pantai jimbaran serta merekam sunset tersebut. Waktupun berlalu matahari sempurna tenggelam. Menyisakan siluet jingga, langit kemerah-merahan. Diiringi hempasan suara ombak yang begitu keras bak nyanyian kegembiraan menyambut malam tiba. Sungguh indah melihat sunset dipantai jimbaran, Bali. Sesekali mulutnya berkomat-kamit melantunkan dzikir ketakjuban kepada Allah atas fenomena yang luar biasa indahnya ini. Tiba-tiba ia dikejutkan teriakan-teriakan amarah.
“Tangkap copet kecil itu ! Tangkap jambret itu ! Tangkaaap !”
Seketika ia menghentikan kegiantannya itu. Ia memandang ke asal suara. Di kejauhan tepatnya dari arah bandara ngurah rai, gadis kecil lari bagaikan kijang. Ia terus berlari sekencang-kencangnya sepanjang pantai ke arahnya. Tangan kanan gadis kecil itu memegang tas wanita berwarna coklat muda. Wajahnya liar dan pucat. Sementara dibelakangnya beberapa orang mengejarnya dengan wajah sangar. Gadis kecil terus berlari dan sampai di dekatnya ia jatuh terjengkal. Ia tidak melihat ada lubang pasir disitu. Ia meringis kakinya terkilir. Kepalanya berdarah karena terbentur ujung meja kayu didepannya. Nafasnya tersengal-sengal. Gadis itu merintih dan mengaduh. Ia tak kuat lagi untuk lari. Ia bangkit dan berdiri. Wajahnya yang liar kotor menggambarkan ketakutan dan kecemasan. Orang-orang yang mengejarnya semakin dekat. Wajahnya berubah sangat pucat.
Gadis berjilbab putih langsung tanggap apa yang terjadi. Gadis kecil itu berjalan tertatih tepat didepannya sambil memandang kearah orang-orang yang siap menghakiminya. Ia begitu ketakuatan. Tubuhnya bergetar. Ia mendekap tas wanita berwarna coklat muda erat-erat. Matanya kadang menatap penuh harap pada gadis berjilbab bermata bening ia menyampaikan pesan lewat isyarat mata. Ia diselimuti rasa bersalah sehingga tidak bisa berkata-kata. Air matanya menitik. Para pengejar berteriak. Dengan sorot mata menyala. Ia mengigil ketakutan seolah melihat bayang kematian.
Gadis berjilbab putih bermata bening bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Jika ia tidak segera bertindak maka gadis kecil itu akan dihajar habis-habisan apalagi jika diketahui gadis kecil itu dari keturunan muslim maka akan habislah nyawanya, karena semenjak kajadian pemboman dibali tahun lalu yang memakan banyak korban dan diketahui pelakunya merupakan teroris. Yang mana teroris identik dengan orang islam. Sejak kajian itu masyarakat bali khususnya yang beragama hindu sangat membenci masyarakat muslim yang sudah menetap menjadi penduduk bali.
Ia tak tahan membayangkan kejadian mengerikan terjadi didepan matanya. Dengan cepat ia berdiri dan menarik gadis kecil itu. Ia tidak ingin gadis kecil itu mengalami nasib yang memilukan.
“ Dik, sini cepat ! ”
Gadis kecil itu langsung mendekap erat-erat. Gadis bermata bening berdiri tegak mananti para pengejar datang. Gadis cilik merapatkan badannya pada gadis berjilbab putih seperti anak ayam berlindung pada induknya ketika musang datang. Hanya gadis berjilbab itulah harapan yang akan melindunginya dari tangan-tangan jahat yang hendak menyakitinya. Para pengejar tinggal beberapa meter di depan keduanya. Gadis kecil semakin ketakutan. Ia menjatuhkan tasnya.
“ Itu jambretnya. Ayo tangkap dia dan kasih pelajaran biar kapok ! “ seru seorang lelaki berkumis tebal sambil berlari mendekati gadis cilik dalam dekapan gadis berjilbab bermata bening.
“ Tangkap dan hajar dia biar kapok ! “ Teriak seorang anak muda.
Gadis berjilbab putih tetap diam dengan hati tenang. Ketika para pengejar itu sudah berada dihadapannya, gadis berjilbab putih berkata,
“ Bapak-bapak, mohon sabar. Mohon tidak main hakim sendiri ! “.
“ Copet ini sangat keterlaluan ! Dia menjambret tas istri saya yang berisi uang tiga juta. Dia harus diberi pelajaran ! “. Sahut bapak berkumis sambil bergerak meraih tubuh si gadis kecil. Gadis berjilbab putih tidak tinggal diam, ia langsung mencegah dengan suara tegas,
“ Tunggu pak! itu tasnya silahkan ambil! anak ini biar saya yang mengurusnya! “.
“ Tidak bisa! Dia sangat kurang ajar! Dia harus di hajar! “ Bentak seorang pemuda sambil mengayunkan tangan hendak menampar gadis kecil itu. Dengan reflek gadis berjilbab menarik mundur kebelakang sehingga tamparan itu meleset.
“ Saudara jangan main hakim sendiri ya! Jika berani menyakiti gadis kecil ini, saya akan tuntut dakwaan atas penganiayaan! “ Tegas gadis bermata bening.
“ O, jadi kamu rupanya induk jambret ini ya !? kalau begitu kalian berdua akan kami hajar bergantian! “ Sahut lelaki berkaos hitam emosi.
“ Bapak jangan main tuduh sembarangan ! saya bukanlah melindungi tapi saya tidak suka melihat bapak-bapak main hakim sendiri pada anak kecil yang lemah ini. Saya seorang wartawan dan juga mahasiswi. Saya bisa tuntut bapak atas tuduhan sembarangan itu! “ Jelas gadis berjilbab dengan mantap dan tenang. Tak ada sedikitpun rasa gentar dan takut diwajahnya. Kata-katanya terasa memiliki kekuatan.
“ Jangan percaya omongannya! Hei, kalau kau benar seorang mahasiswi dan seorang wartawan coba mana kartumu!? “ Gertak pemuda bertopi merah. Gadis bermata bening mengambil dua kartu dan menyerahkan pada pemuda bertopi merah sambil berkata,
“Ini, kalau anda masih tidak percaya! ”
Pemuda itu menerima dua kartu itu. Ia membaca kartu mahasiswa dengan cermat. Ia membaca identitas sepintas. Melihat tanda tangan pembantu rektor dan stempel keasliannya. Juga masa berlakunya. Ia tidak berkomentar apa-apa. Ia lalu membaca kartu yang satunya. Ternyata kartu pers. Asli dan masih berlaku.
“ Ini Mbak kartunya.” Ujar pemuda itu sambil menyerahkan kedua kartu yang ditelitinya itu pada pemiliknya.
“ Benar dia seorang wartawan?” Tanya lelaki berkumis tebal kurang percaya.
“ Benar pak dia seorang reporter majalah di Jakarta.” Jawab pemuda bertopi merah.
Akhirnya pemuda bertopi merah itu menyudahi “ Sudahlah om mari kita kembali ke mobil saja. Lagi pula tas tante sudah kita dapatkan kembali”.
Pemuda itu meminta orang-orang bubar serta menjelaskan panjang lebar masalah hukum jika melakukan pengroyokan pada anak kecil. Sebelum pergi pemuda bertopi merah itu mendekati gadis berjilbab putih itu seraya berkata, “ Maafkan kekerasan kami tadi. Kenalkan nama saya Rian!”
Pemuda itu mengulurkan tangan. Sebetulnya ia sudah tahu nama gadis yang berdiri dihadapannya saat membaca kartu mahasiswa tadi. Namun ia mengajak kembali berkenalan supaya dapat berjabat tangan. Gadis berjilbab putih bermata bening membalasnya dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada, “Senang berjumpa dengan anda. Terima kasih atas bantuan anda memberi penjelasan pada mereka. Nama saya Zahra.”
Pemuda itu tersenyum, dalam hati ia kecewa. Ia membuka dompetnya, memberikan kartu namanya lalu pergi.
Gadis bermata bening lalu jongkok memeluk gadis kecil yang pucat pasi ketakutan itu. Ia memluk gadis kecil itu dengan penuh rasa kasih sayang sambil mengelus-ngelus kepalanya yang kumal kemerahan. Ia tidak peduli tubuh dan pakaian gadis kecil itu baunya menyengat.
Gadis bermata bening melepaskan pelukannya. Ia memandang wajah pucat dihadapannya dalam-dalam. “Nama adik siapa ?” Tanyanya sambil tersenyum. Gadis kecil itu masih diam seribu bahasa. Keningnya berkerut. Raut mukanya mengguratkan keraguan. Matanya menatap tajam pada mata bening berjilbab yang menolongnya.
“ Adik tidak percaya sama kakak? Apakah wajah kakak terlihat seperti orang jahat yang akan menyakitimu ?” Tanyanya sambil tersenyum. Ia mengambil tissue dari dalam tasnya dan mengusap darah yang masih mengalir dari kepala gadis kecil itu.
“ Kenapa kakak tolong aku? “ gadis kecil itu membuka suara.
“ Karena kakak sayang pada adik.” Jawab gadis bermata bening sambil terus mengusap darah yang masih merembes keluar.
“ Orang-orang semua benci padaku. Kenapa kakak sayang padaku? “
“Karena adik anak yang baik, anak yang manis dan pantas disayangi?”
“ Benar kakak menyayangi aku ?”
“ Benar. Kalau tidak tentu kakak tidak akan membelamu. Kakak akan membiarkan adik dipukuli orang-orang itu.”
“ Meskipun aku seorang pencopet dan penjambret ?”
“Meskipun aku setan kecil yang nakal.”
“Meskipun kau setan kecil yang nakal. Tapi kau bukanlah pencopet, penjambret dan bukan setan kecil yang nakal.”
“ Lalu apa aku ini menurut kakak ?”
“Kau adalah adikku yang baik”.
“ Kakak sungguh baik. Aku belum pernah menemukan orang sebaik kakak.”
“Adik akan jadi orang yang lebih baik dari kakak nanti, Insya Allah. Oh ya adik masih punya ibu?. Dimana sekarang?”
“ Nggak tahu dia masih hidup atau mati. Kata orang-orang ibu meninggalkan aku di gubuk Pak Sakimin ketika umurku baru dua bulan. Katanya ibu pergi ke Luar Negeri tapi sampai sekarang belum juga pulang”.
“ Insya Allah nanti juga pulang.”
“ Tapi kalaupun pulang aku tidak kenal ibu. Ibu juga tidak kenal aku.”
“ Tenanglah kamu nanti pasti kenal ibumu dan ibumu juga kenal kamu. Oh ya, nama adik siapa ?”
“Caca.”
“ Caca saja ?”
“ Enggak tahu. Pokoknya teman-teman memanggil saya Caca.”
“ Nama yang indah.”
Mata gadis kecil berbinar-binar.
“ Kak? ”
“ Ya, ada apa Caca ?”
“ Pandanglah aku!”
Gadis bermata bening memandang Caca lekat-lekat. Caca tersenyum dan berkata,
“ Kakak sangat cantik. Mata kakak begitu bening, teduh, indah dan nyaman. Seperti keindahan sunset dipantai jimbaran ini. Ah, andai Mereka seperti mata kakak. Bening, teduh, indah dan nyaman. “ ^^
TAMAT
Written by : Ummu Hani
Mahasiswi semester akhir UNJ
Jurusan Sastra Arab
Fighting skripsinya kaka ^-^
0 komentar:
Posting Komentar